One Battle After Another: Ketegangan, Ideologi, dan Ikatan Ayah-Anak

One Battle After Another

Ketika mendengar judul One Battle After Another, mungkin yang terbayang adalah perang klasik, peperangan besar, atau konflik militer massal. Namun film ini, disutradarai oleh Paul Thomas Anderson (There Will Be Blood, Phantom Thread), mengemas “pertempuran” dengan cara yang jauh lebih rumit — bukan hanya dalam arti fisik, tetapi juga ideologis, emosional, dan filosofis.

Latar Belakang dan Produksi One Battle After Another

Prime Video: One Battle After Another

One Battle After Another adalah film aksi-thriller-komedi yang dirilis tahun 2025. Anderson menulis sekaligus menyutradarainya, dan film ini diproduksi oleh Warner Bros. Pictures bersama Ghoulardi Film Company. Ada beberapa fakta menarik soal produksinya Wikipedia:

  • Film ini terinspirasi oleh novel Vineland karya Thomas Pynchon (1990), meskipun Anderson juga menyuntikkan banyak cerita pribadinya sendiri dalam adaptasi ini.

  • Pengambilan gambar menggunakan VistaVision, sebuah format film klasik yang sangat jarang digunakan saat ini. Ini memberikannya tampilan visual sangat “analog” dan sinematik.

  • Musik digubah oleh Jonny Greenwood, yang sudah lama jadi kolaborator Anderson. Hasil skor musiknya sangat mendukung atmosfer film — kadang tenang, kadang meledak dengan tensi.

  • Anggaran film sangat besar, diperkirakan antara US$ 130–175 juta, menjadikannya salah satu produksi paling ambisius dalam karier Anderson.

Sinopsis Cerita

Pusat cerita One Battle After Another adalah Bob Ferguson, diperankan oleh Leonardo DiCaprio. Dulu, Bob adalah anggota kelompok revolusioner radikal bernama French 75. Namun setelah sebuah peristiwa besar, Bob “menghilang” dari peredaran dan mengubah identitas hidupnya secara sederhana bersama putrinya, Willa (Chase Infiniti).

Bob hidup di tempat terpencil — jauh dari hiruk-pikuk dunia — tetapi trauma masa lalunya terus menghantui. Dia menjadi paranoid, dan menjalani kehidupan yang terpengaruh obat-obatan.

Konflik utama dimulai ketika musuh lamanya, Kolonel Steven J. Lockjaw (diperankan oleh Sean Penn), muncul kembali setelah 16 tahun. Kembalinya Lockjaw mengancam kehidupan Bob dan, lebih parah lagi, membuat Willa hilang. Demi menyelamatkan putrinya, Bob tak punya pilihan selain memanggil kembali mantan rekan-rekan revolusionernya, termasuk Sensei Sergio, diperankan oleh Benicio del Toro.

Perjalanan penyelamatan ini bukan sekadar aksi tembak-menembak: di dalamnya ada konflik moral, pengkhianatan, dan pertarungan ideologi. Bob harus menghadapi masa lalunya — bukan hanya sebagai pemberontak, tetapi sebagai ayah yang ingin menyelamatkan anak perempuan yang dia cintai.

Tema Utama dan Makna Film

Salah satu kekuatan One Battle After Another adalah keterpaduan tema besar: dari politik revolusioner, ideologi, hingga ikatan keluarga. Beberapa tema menarik yang bisa dipetik:

  1. Revolusi dan Ideologi
    Film ini tak hanya menampilkan revolusi sebagai konflik bersenjata, tetapi juga refleksi atas ide-ide radikal masa lalu. Lewat French 75, Anderson mengeksplorasi bagaimana semangat revolusioner bisa menyala, tetapi juga bisa rapuh saat menghadapi tekanan dunia nyata.

    Ada kritik sosial terhadap pasifnya masyarakat terhadap otoritarianisme kontemporer — film ini bisa dibaca sebagai sindiran bahwa revolusi tidak pernah benar-benar hilang, tetapi berubah bentuk.

  2. Konsekuensi Masa Lalu
    Bob adalah figur yang melarikan diri dari masa lalu, tetapi masa lalu tidak pernah benar-benar pergi. Kehilangan, kesalahan, dan trauma masa lalu membentuk identitasnya dan memengaruhi hubungannya dengan putrinya. Konflik utama adalah bagaimana Bob menyeimbangkan kehidupan lamanya sebagai revolusioner dengan perannya sebagai ayah. Tatler Asia+1

  3. Ikatan Keluarga & Pengorbanan
    Hubungan Bob dengan Willa adalah jantung emosional film ini. Bukan hanya soal menyelamatkan nyawa, tetapi juga menyelamatkan kepercayaan, cinta, dan masa depan. Ada momen-momen reflektif di mana Bob mempertanyakan apakah revolusi sepadan jika mengorbankan keluarganya.

  4. Identitas dan Loyalitas
    Karakter seperti Sensei Sergio dan anggota French 75 lainnya mewakili beragam latar belakang dan motivasi. Loyalitas mereka diuji kembali ketika masa lalu kembali hadir. Ada pertanyaan: untuk siapa dan untuk apa mereka berjuang sekarang? Bukan sekadar melawan musuh, tetapi mempertanyakan apa artinya menjadi “pemberontak” di era baru.

Gaya Sinematik dan Teknik Produksi

Paul Thomas Anderson memang dikenal sebagai sutradara “auteur” yang sangat peduli dengan detail. Di film ini:

  • Sinematografi: Penggunaan VistaVision memberi kualitas visual yang sangat spesifik — gambar-menggambar terasa lebar, komposisi adegan rapi, dan memberikan rasa epik sekaligus intim.

  • Desain Produksi & Lokasi: Film menyajikan berbagai setting — dari kamp rahasia revolusioner, gurun, hingga rumah sederhana Bob dan Willa. Ini menciptakan kontras kuat antara dunia lama dan kenyataan “dunia biasa.”

  • Skor Musik: Seperti disebut, Jonny Greenwood menciptakan musik yang mendalam dan fleksibel — bisa menenangkan, bisa menegangkan, cocok untuk momen aksi maupun refleksi.

  • Pengeditan: Tempo film dinamis, cepat berpindah dari satu misi ke misi lain, dari dialog satir ke adegan tembak-menembak, lalu momen hening dan emosional. Struktur ini membuat film terasa seperti petualangan besar yang tak berhenti.

Penampilan Aktor

One Battle After Another: What Paul Thomas Anderson's movie is really about.

Para pemeran memberikan bobot emosional dan energi yang luar biasa:

  • Leonardo DiCaprio sebagai Bob Ferguson: Ia membawa karakternya dengan nuansa kompleks — bukan pahlawan super, tetapi manusia yang rapuh, lelah, sekaligus penuh tekad.

  • Sean Penn sebagai Kolonel Lockjaw: Sebagai musuh utama, Lockjaw terlihat berbahaya sekaligus berwibawa. Karakternya bukan sekadar villain satu dimensi, tapi tokoh dengan kekuasaan dan motivasi ideologis.

  • Benicio del Toro sebagai Sensei Sergio: Menjadi sekutu lama Bob, Sergio memberikan energi tenang sekaligus sangat kompeten — dia adalah figur mentor sekaligus pejuang.

  • Chase Infiniti sebagai Willa: Putrinya Bob yang mandiri dan kuat. Kehadirannya menjadi alasan utama Bob kembali berjuang, dan karakternya membuat pondasi emosional film sangat kokoh.

  • Ada juga Regina Hall dan Teyana Taylor dalam peran pendukung yang memperkaya dinamika film.

Penerimaan Kritikus dan Publik

Secara umum, One Battle After Another mendapatkan pujian besar dari kritikus dan penonton:

  • Di Rotten Tomatoes, film ini mendapat skor 94% Tomatometer menurut ratusan ulasan.

  • Banyak ulasan menyebut film ini sebagai “petualangan epik”, penuh aksi yang menakjubkan, sekaligus kaya tema sosial.

  • Kritikus dari Tatler Asia menyebut bahwa film ini menyatukan “chaos, politik, dan hati” dalam puncak ketegangan yang emosional.

  • Di situs IMDb, rating film ini cukup tinggi (sekitar 8,2/10) untuk ukuran film besar dengan durasi panjang.

Di sisi lain, tidak semua komentar positif. Beberapa penonton di Reddit mengungkapkan bahwa film terasa “berantakan” secara naratif atau terlalu padat ide. > “Every scene is rushed, intense … but not in a bad way … The pacing makes sense because the situation feels that desperate.” Ada juga yang berpendapat tokoh tertentu kurang dikembangkan dengan cukup mendalam.

Relevansi Sosial dan Politik

Salah satu hal paling menarik dari One Battle After Another adalah relevansinya dengan isu kontemporer:

  • Otoritarianisme dan supremasi: Dalam film ini, Lockjaw dan kelompok tertentu memiliki unsur otoritarianisme dan supremasi rasial. Kritik di sana terasa tajam terhadap bagaimana kekuasaan bisa membungkam perlawanan radikal dan bahkan mengubah wajah ideologi.

  • Xenofobia: Ada elemen komentar sosial bahwa kebangkitan ideologi ekstrem bukan hanya tentang kekerasan fisik, tetapi juga identitas dan rasa takut pada “yang lain”.

  • Politik generasi: Hubungan Bob dengan Willa seolah menggambarkan pertarungan antar-generasi. Willa mewakili generasi baru yang mungkin melanjutkan atau meninggalkan semangat revolusi lama, tergantung bagaimana ia memahami masa lalu dan masa kini.

Kelebihan dan Kelemahan

Kelebihan:

  1. Visual dan sinematik kuat — penggunaan VistaVision sangat jarang di film modern dan memberikan pengalaman visual yang unik dan memukau.

  2. Skor musik yang mendalam — Jonny Greenwood menghadirkan nuansa musikal yang mendukung emosi film sangat baik.

  3. Pemeran hebat — dengan DiCaprio, Penn, Del Toro, dan lainnya, film ini memiliki daya tarik akting yang tinggi.

  4. Tema relevan dan kompleks — bukan hanya film aksi, tetapi juga refleksi ideologi, keluarga, dan identitas.

  5. Aksi + drama + humor — kombinasi ini membuat film tidak monoton dan mampu menghadirkan momen yang mengejutkan sekaligus mengharukan.

Kekurangan:

  1. Tempo yang cepat dan padat — beberapa penonton merasa terlalu banyak ide dan adegan, sehingga sulit dicerna secara mendalam.

  2. Pengembangan karakter tertentu kurang dalam — tidak semua tokoh mendapat ruang untuk berkembang penuh, terutama di tengah narasi besar.

  3. Durasi panjang — dengan durasi sekitar 162 menit (2 jam 42 menit), film bisa terasa melelahkan bagi sebagian penonton.

  4. Pesan ideologis yang ambigu — meskipun menjadi kekuatan, ambiguitas ini juga bisa membuat sebagian penonton merasa “pesan” filmnya kurang tegas.

Nilai untuk Penonton

Jadi, siapa sebaiknya menonton One Battle After Another?

  • Jika kamu suka film aksi dengan otak — bukan sekadar tembak-menembak, tetapi juga menyelami ideologi, politik, dan konflik moral — film ini sangat layak.

  • Jika kamu penggemar Paul Thomas Anderson, ini bisa menjadi karya yang sangat berbeda dari film-film sebelumnya, karena Anderson mengeksplorasi genre aksi besar tanpa meninggalkan ciri khasnya sebagai auteur.

  • Untuk penggemar Leonardo DiCaprio, film ini memperlihatkan sisi lain dari bakatnya — sebagai ayah yang penuh kerentanan dan mantan pejuang yang kompleks.

  • Namun, jika kamu lebih suka film ringan, pendek, dan langsung ke inti tanpa banyak lapisan, mungkin akan merasa beberapa bagian One Battle After Another terlalu “berat”.

Kesimpulan

One Battle After Another adalah sebuah film yang berani. Ia mencoba merangkul banyak aspek dalam satu paket besar: revolusi ideologis, drama ayah-anak, konflik identitas, dan aksi penuh energi. Paul Thomas Anderson menunjukkan bahwa dia bisa bermain di medan blockbuster sekaligus mempertahankan sentuhan personal dan filosofisnya.

Meski tidak sempurna, film ini menjadi salah satu karya paling ambisius di tahun 2025. Lewat visual spektakuler, musik yang menyentuh, dan cerita yang menggugah, One Battle After Another mengundang penonton untuk tidak hanya menonton, tetapi juga berpikir dan merasakan.

Bagi siapa pun yang tertarik dengan film yang menantang batas genre — dan tidak takut dengan bala pertempuran emosional satu demi satu — ini adalah film yang wajib masuk daftar tontonan.

Baca fakta seputar :  Movie

Baca juga artikel menarik tentang : The Incredibles: Petualangan Keluarga Super yang Tak Terlupakan

Author