Kerajaan Pagan: Studi Tentang Seni, Agama, dan Kekuasaan 2024

Kerajaan Pagan

Kerajaan Pagan, yang berdiri dari abad ke-9 hingga akhir abad ke-13, adalah periode formatif dalam sejarah Burma (Myanmar modern). Terletak di dataran tinggi di sepanjang Sungai Irrawaddy, Pagan tidak hanya dikenal sebagai pusat kekuasaan politik tetapi juga sebagai titik awal dari penyebaran agama Buddha Theravada yang masih mendominasi Myanmar hingga saat ini. Artikel ini akan menggali sejarah Kerajaan Pagan, dari awal berdirinya, melalui zaman keemasan budayanya, hingga akhirnya runtuh, serta warisan yang masih terasa pengaruhnya sampai sekarang.

Pendirian dan Perkembangan Awal
Pendirian dan Perkembangan Awal

Kerajaan Pagan didirikan oleh bangsa Pyu, salah satu dari banyak kelompok etnis yang bermigrasi ke wilayah tersebut dari Tibet dan Yunnan sekitar abad ke-2 Masehi. Awalnya, Pagan hanyalah salah satu dari beberapa kota-kerajaan kecil yang bersaing di wilayah tersebut. Namun, di bawah kepemimpinan Raja Anawrahta (1044-1077), Pagan mulai memperluas wilayah kekuasaannya, mengalahkan saingan-saingannya, dan membangun kerajaan yang terpusat. Raja Anawrahta dianggap sebagai pendiri Kerajaan Pagan dan arsitek transformasi politik dan agama Yoktogel yang besar.

Penyebaran Agama Buddha

Konversi Raja Anawrahta ke Buddhisme Theravada sekitar tahun 1056 adalah momen penting dalam sejarah Pagan. Sebelum masa pemerintahannya, agama Hindu dan bentuk Mahayana serta Tantrayana dari Buddhisme adalah yang lebih dominan di wilayah tersebut. Anawrahta memperkenalkan Buddha Theravada dari Sri Lanka, membangun ribuan stupa dan kuil, dan mempromosikan penyebaran agama Buddha melalui karya seni dan literatur religius. Perubahan ini tidak hanya mengkonsolidasikan kekuasaan kerajaan tetapi juga memperkuat identitas budaya dan keagamaan yang baru bagi penduduk Pagan.

Zaman Keemasan Pagan

Pada abad ke-11 hingga abad ke-13, Kerajaan Pagan memasuki zaman keemasannya, yang ditandai dengan kemakmuran ekonomi, inovasi artistik, dan ekspansi arsitektur monumental. Pada masa ini, lebih dari 10.000 struktur Buddha dibangun di dataran Pagan. Yang paling terkenal adalah Pagoda Shwezigon, yang dibangun sebagai pusat penyembahan reli Buddha, dan Kuil Ananda, contoh arsitektur dan seni Pagan yang paling halus, dikenal dengan patung Buddha setinggi empat meter yang menghadap ke empat arah mata angin.

Pendidikan dan Sastra

Pagan tidak hanya merupakan pusat keagamaan tetapi juga pusat intelektual. Pendidikan diutamakan, dengan bahasa Pali menjadi bahasa liturgis dan sarjana-sarjana mempelajari berbagai teks agama. Pada masa ini, Pagan menjadi pusat pembelajaran Buddha yang penting, dan teks-teks Pali dari periode ini masih dipelajari oleh para biksu di Myanmar saat ini.

Penurunan dan Runtuhnya Kerajaan

Meskipun Kerajaan Pagan mencapai puncak kejayaan pada abad ke-13, kombinasi dari faktor internal dan eksternal menyebabkan penurunannya. Pemberontakan internal, serangan dari kerajaan tetangga, dan bencana alam seperti gempa bumi memperlemah kerajaan. Lebih penting lagi, invasi Mongol pada akhir abad ke-13 memaksa Pagan untuk menyerahkan statusnya sebagai pusat kekuasaan utama di Burma, meskipun kota itu terus menjadi pusat keagamaan.

Warisan Kerajaan Pagan

Meskipun Kerajaan Pagan bukan lagi kekuatan politik yang dominan setelah runtuhnya, warisannya masih hidup di Myanmar hari ini. Arsitektur dan seni dari periode Pagan masih dipuja dan menjadi bagian penting dari identitas nasional Myanmar. Dataran Pagan, sekarang dikenal sebagai Bagan, adalah situs Warisan Dunia UNESCO dan tetap menjadi simbol kebanggaan nasional serta tujuan wisata utama karena signifikansi sejarah, agama, dan keindahan arsitekturnya.

Dampak Kerajaan Pagan pada Seni dan Kebudayaan Regional

Kerajaan Pagan tidak hanya mempengaruhi Burma, tetapi juga wilayah Asia Tenggara lainnya. Dengan mempromosikan agama Buddha Theravada, Pagan menyediakan model bagi kerajaan-kerajaan di Thailand dan Laos dalam memformulasikan pemerintahan berbasis agama yang serupa. Inovasi arsitektur dan seni dari Pagan, khususnya gaya dan teknik pembangunan stupa, berdampak luas dan terlihat dalam desain bangunan keagamaan di seluruh wilayah ini.

Kehidupan Sehari-hari di Kerajaan Pagan

Pagan bukan hanya pusat keagamaan dan politik; itu adalah rumah bagi masyarakat yang dinamis dan beragam. Penduduk kerajaan ini terdiri dari petani, pengrajin, pedagang, dan biksu. Pertanian adalah dasar ekonomi lokal, dengan sistem irigasi yang canggih mendukung pertanian di daerah yang kering. Pagan juga merupakan pusat perdagangan yang penting, dengan barang-barang seperti sutra, rempah-rempah, dan keramik diperdagangkan melalui jaringan yang luas yang mencakup sebagian besar Asia Tenggara.

Festival dan Tradisi Religius

Tradisi dan festival yang berkembang selama era Pagan masih dipraktikkan di Myanmar saat ini. Festival seperti Ananda Pagoda Festival masih dirayakan dengan penuh semangat, menarik ribuan peziarah setiap tahun yang datang untuk membayar hormat dan berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan. Festival-festival ini tidak hanya menyoroti kekayaan tradisi spiritual tetapi juga memperkuat hubungan masyarakat dengan warisan budaya mereka.

Studi Arkeologi dan Pemeliharaan Situs

Pada abad ke-20 dan ke-21, Bagan telah menjadi subjek penting studi arkeologi. Penelitian yang dilakukan di situs ini telah membantu mengungkap banyak tentang sejarah awal Burma, organisasi sosial kerajaan Pagan, dan evolusi praktik religius. Usaha konservasi telah diperkenalkan untuk memastikan bahwa reruntuhan kuno ini terlindungi dari kerusakan lebih lanjut, memungkinkan generasi mendatang untuk mempelajari dan menghargai situs ini.

Kepentingan Pagan dalam Studi Asia Tenggara

Studi tentang Kerajaan Pagan penting dalam memahami sejarah Asia Tenggara. Kerajaan ini menawarkan wawasan tentang bagaimana agama dan kekuasaan saling terkait dalam sejarah regional, memberikan contoh bagaimana struktur politik dan agama dapat mengarahkan jalannya sejarah. Selanjutnya, memahami Pagan membantu menjelaskan sejarah pra-kolonial Asia Tenggara, memberikan konteks yang lebih luas untuk kebijakan kolonial dan pasca-kolonial di wilayah tersebut.

Pelestarian Budaya dan Pendidikan Melalui Warisan Pagan

Profil Myanmar, negara yang terletak paling utara di ASEAN | tempo.co

Upaya untuk melestarikan warisan Kerajaan Pagan tidak hanya berfokus pada pemeliharaan fisik situs tetapi juga pada penanaman kebanggaan dan kesadaran budaya dalam masyarakat Myanmar modern. Program pendidikan yang dirancang untuk mengintegrasikan sejarah Pagan ke dalam kurikulum sekolah bertujuan untuk memperkaya pemahaman generasi muda tentang pentingnya era ini dalam membentuk identitas nasional mereka. Museum dan pusat pengunjung di Bagan menawarkan pameran interaktif yang menceritakan cerita Pagan, dari kehidupan sehari-hari hingga pencapaian arsitektural besar, sehingga memungkinkan pengunjung dari semua usia untuk terhubung secara lebih mendalam dengan sejarah mereka.

Pagan dalam Konteks Globalisasi dan Pariwisata

Sementara globalisasi dan peningkatan aksesibilitas telah mempromosikan Bagan sebagai destinasi wisata utama, ini juga menimbulkan tantangan dalam hal pelestarian. Influx besar pengunjung memberi tekanan pada situs kuno, memerlukan tindakan pengelolaan yang cermat untuk memastikan bahwa dampak lingkungan dan fisik tetap minimal. Pihak berwenang setempat dan organisasi internasional bekerja bersama untuk menciptakan strategi yang menyeimbangkan antara mengundang pariwisata dan melindungi integritas dan keaslian reruntuhan. Dengan pendekatan ini, Kerajaan Pagan terus mencerahkan pengunjung dengan keindahan dan kebijaksanaan masa lalunya, sambil mempertahankan tempatnya sebagai penjaga warisan budaya tak tergantikan.

Kesimpulan

Kerajaan Pagan adalah periode penting dalam sejarah Burma, menandai awal penyebaran agama Buddha Theravada yang menjadi ciri khas spiritual negara itu. Warisannya, yang terukir dalam batu kuil dan stupa di Bagan, tetap menjadi saksi bisu kejayaan masa lalu dan pengaruh berkelanjutan terhadap budaya, agama, dan kehidupan di Myanmar modern.

Kerajaan Pagan adalah periode yang mendefinisikan dalam sejarah Burma, memberikan landasan bagi identitas keagamaan dan budaya yang masih kuat hingga hari ini. Pengaruhnya merentang jauh melampaui batas-batas geografis, memberikan kontribusi signifikan untuk budaya, agama, dan sejarah Asia Tenggara. Sebagai situs Warisan Dunia dan fokus dari upaya konservasi yang berkelanjutan, Pagan tetap menjadi pusat penting untuk memahami masa lalu yang kaya dan kompleks serta merayakan kekayaan budaya yang berkelanjutan

Author